KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 050-187/Kep/Bangda/2007
TENTANG
PEDOMAN
PENILAIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN
PENYELENGGARAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)
MENTERI DALAM NEGERI
Menimbang
a. bahwa dalam rangka pembinaan dan fasilitasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD), yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih dan sebagai strategi pembangunan daerah, serta kebijakan umum yang akan menjadi satu kesatuan sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
b. bahwa hasil pelaksanaan penyelenggaraan MUSRENBANG tersebut, dipandang perlu untuk dinilai dan dievaluasi, agar dalam penyelengaraan MUSRENBANG tersebut dapat mencerminkan perencanaan yang partisipatif, demokratis, transparansi, akuntabel,dan komprehensif;
bahwa untuk keberhasilan pelaksanaan kegiatan penilaian dan evaluasi penyelengaraan MUSRENBANG sebagaimana pada butir a dan b, maka perlu disusun Pedoman Penilaian dan Evaluasi Penyelenggaraan MUSRENBANG, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Daerah-daerah telah mengesahkan prosedur Musrenbang dalam bentuk Perda tentang Musrenbang atau Perda Partisipasi dan Transparansi demi memastikan keterwakilan yang lebih baik dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam Musrenbang tentang alokasi sumberdaya anggaran.
menimbang
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Ditetapkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupunjangka pendek atau tahunan (1 tahun), serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bab VII pasal 150 bahwa daerah wajib memiliki dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Undang-Undang 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional melembagakan Musrenbang di semua peringkat pemerintahan dan perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan. Menekankan tentang perlunya sinkronisasi lima pendekatan perencanaan yaitu pendekatan politik, partisipatif,teknokratis, ’bottom-up’ dan ’top down’ dalam perencanaan pembangunan daerah
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Di tetapkan dalam undang-undang 27 tahun 2003 tentang keuangan Negara yang di mana dalam hal ini sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan.Keuangan daerah perlu di perhatikan mana kala dana yang di miliki Negara tidak mencukupi atau dengan kata lain tidak bisa melaksanakan pembangunan.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 ini dibuat/di gunakan dengan maksud untuk menilai dan mengevaluasi secara cepat, praktis dan sistematis pelaksanaan penyelenggaraan Musrenbang Provinsi dan Kabupaten/ Kota sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)
Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah ini juga; meletakkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat; menciptakan rasa memiliki masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan daerah; menjamin terdapatnya transparansi, akuntabililitas dan kepentingan umum;perumusan program dan pelayanan umum yang memenuhi aspirasi masyarakat.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menciptakan kerangka bagi Musrenbang untuk dapat mensinkronisasikan perencanaan ‘bottom-up’ dengan ‘top down’ dan merekonsiliasikan berbagai kepentingan dan kebutuhan pemerintah daerah dan non pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan daerah.
A. Histori musrenbang
Musrenbang adalah hasil assesmen paling penting terhadap usulan program yang prioritas dari masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Dijelaskan, mengacu pada aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini UU No 25 Tahun 2004 tentang Strategi Perencanaan Pembangunan Nasional, maka partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam merencanakan pembangunan sebagai bentuk dari proses demokrasi.
Untuk itu, agar Musrenbang lebih bermakna serta kelanjutan pembangunan,Kita berharap kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mensinkronkan kegiatan yang ada di unit kerjanya dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dana yang ada di SKPD pemanfataannya lebih maksimal untuk kepentingan masyarakat. Wildan menambahkan bila suatu perencanaan sudah disusun dengan rapi dan matang diyakini sistem penyelenggaraan pemerintahan akan berlangsung baik sesuai dengan harapan masyarakat serta visi dan misi pemerintah daerah.Musrenbang kita tahu adalah proses musyawarah masyarakat tentang pembangunan daerah yang di laksanakan guna untuk mendapatkan suatu kesepakatan di antara masyarakat di setiap daerah yang akan di adakan pembangunan.Musrenbang adalah forum di mana masyarakat dapat menyampaikan aspirasi meraka,dalam proses pembangunan yang akan di laksanakan tentang bagaiman yang seharusnya di lakukan pemerintah serta sebaliknya yang harus di lakukan masyarakat dalam pembnguna yang akan di laksanakan.musrenbang adalah proses memajukan setiap daerah mulai dari desa/kelurahan,kecamatan,kabupaten/kota ,provinsi hingga pusat.
B. Peranan dan Kedudukan Musrenbang
Musrenbang RKPD merupakan wahana publik (‘public event’) yang penting untuk membawa para pemangku kepentingan (stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan pembangunan daerah mencapai kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan consensus untuk pemecahan berbagai masalah pembangunan daerah.Musrenbang lazimnya dilaksanakan setelah selesainya ‘tahap persiapan’ penyusunan rencana (analisis situasi dan rancangan rencana) dari keseluruhan proses perencanaan partisipatif. Musrenbang RKPD bertujuan menstrukturkan permasalahan,mencapai kesepakatan prioritas issu dan permasalahan daerah, serta mekanisme penanganannya.Musrenbang RKPD merupakan wahana untuk mensinkronisasikan dan merekonsiliasikan pendekatan “top-down” dengan “bottom-up”,pendekatan penilaian kebutuhan masyarakat (community need assessment) dengan penilaian yang bersifat teknis (technical assessment); resolusi konflik atas berbagai kepentingan pemerintah daerah dan non government stakeholders untuk pembangunan daerah, antara kebutuhan program pembangunan dengan kemampuan dan kendala pendanaan, dan wahana untuk mensinergikan berbagai sumber pendanaan pembangunan.Musrenbang RKPD disebut juga Musrenbangda, untuk tingkat kabupaten/kota disebut juga Musrenbang Kabupaten/Kota dan untuk tingkat provinsi disebut Musrenbang Provinsi. Musrenbang kabupaten/ kota merupakan puncak kegiatan musyawarah pembangunan yang diawali dari kegiatan Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Kecamatan, dan Forum SKPD, sedangkan Musrenbang Provinsi dilaksanakan setelah pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/Kota diwilayahnya, Forum SKPD Provinsi dan Rakornas RKP.
Filosofi ( Tujuan dari musrenbang )
Peran dan fungsi Musrenbang ialah untuk mencapai
konsensus dan kesepakatan mengenai:
a. prioritas program dan kegiatan SKPD untuk dibahas dalam Forum SKPD
b. penentuan perwakilan dari kecamatan yang akan menghadiri Musrenbang kabupaten.
Pada tinggkat kabupaten kota Musrenbang bertujuan untuk mencapai consensus dan kesepakatan tentang draft final RKPD (Rencana Kerja Pemerintah
Daerah). Dokumen ini berisikan
1. arah kebijakan pembangunan daerah.
2. Arah program dan kegiatan prioritas SKPD berikut perkiraan anggarannya atauRenja (Rencana Kerja) SKPD.
3. kerangka ekonomi makro dan keuangan.
4. prioritas program dan kegiatan yang akan dibiayai oleh APBD, APBD Provinsi,dan sumber-sumber biaya lainnya
5. rekomendasi dukungan peraturan dari Pemerintah Provinsi dan Pusat.
6. Alokasi anggaran untuk ADD.
Selain itu pada tingkat kecamatan dan kabupaten/kota terdapat pula kegiatan serupa yang disebut Forum SKPD, yang membahas sektor-sektor spesifik seperti kesehatan dan pendidikan. Kegiatan ini memungkinkan setiap SKPD memadukan program-program mereka dengan perspektif dan prioritas masyarakat. Hasil dari Musrenbang kecamatan menjadi bahan diskusi pada Forum SKPD, dan hasilnya kemudian dibawa ke Musrenbang kabupaten/kota untuk dibahas lebih lanjut. Didalam kaitannya dengan proses pembangunan nasional untuk perencanaan pembangunan yang dituangkan didalam tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana kerja Pembangunan (RKP) dan APBN/D merupakan bagian dari sebuah kebijakan publik yang dikuatkan dengan Undang-Undang atau Perda. Produk-produk dokumen perencanaan tersebut merupakan bagian dari kebijakan publik sebab implikasi dari produk-produk perencanaan tersebut adalah masyarakat karena pada hakekatnya pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyakat. Hal tersebut sesuai dengan intisari dari kebijakan publik yang telah disebutkan diatas, bahwa Dokumen-dokumen perencanaan pembangunan menetapkan tindakan-tindakan pemerintah dimasa datang, mempunyai visi, misi dan tujuan yang jelas serta senantiasa ditujukan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat tidak akan berhasil tanpa peran serta masyarakat didalam pembuatan perencanaan tersebut. Menyadari akan pentingnya peran serta masyarakarakat, pemerintah mengharuskan didalam pembuatan perencanaan pembangunan baik pusat maupun daerah dilakukan musyawarah secara berjenjang dari tingkat bawah. Proses tersebut diawali dengan Musrenbang desa, Musrenbang kecamatan, Musrenbang Kabupaten dan Musrenbang Provinsi dengan tujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang.Jika ditinjau dari proses kebijakan publik proses perencanaan pembangunan meliputi empat kegiatan yaitu perumusan masalah, perumusan agenda, perumusan usulan dan pengesahan usulan. Proses tersebut dimulai dari tingkat musrenbang desa dimana masyarakat desa dapat berpartisipasi untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang dihadapi mereka beserta alternatif pemecahannya di tingkat desa untuk dibawa ditingkat musrenbang kecamatan dan selanjutnya dibawa ke musrenbang kabupaten maupun provinsi. Namun, ditingkat kabupaten, provinsi ataupun negara ini terjadi proses selanjutnya yaitu penyusunan agenda pemerintah, didadalam proses inilah terjadi penyaringan usulan-usulan untuk disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan politik atau pemerintah yang dapat menyebabkan bias terhadap kepentingan publik terutama yang diusulkan masyarakat melalui musrenbang. Selanjutnya, setelah melalui tahapan agenda setting selanjutnya usulkan untuk proses legislasi yang dilakukan oleh pemerintah beserta DPR/D untuk ditetapkan sebagai Peraturan / Undang-Undang.
Didalam penentuan kebijakan pembangunan daerah, aspirasi masyarakat dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu :
1. Jalur Musrenbang dimana masyarakat dapat menayulurkan aspirasinya secara langsung sesuai dengan tingkatannnya.
2. Jalur Politik atau melalui partai politik yang dilakukan oleh anggota dewan dalam masa reses.
3. Jalur birokrasi yang dapat langsung disampaikan melalui SKPD maupun kepala daerah.
Jalur musrenbang dapat dikatakan sebagai jalur utama didalam menyalurkan aspirasi dan peran serta masyarakat didalam penentuan perencanaan pembangunan. Melalui jalur inilah mayoritas aspirasi masyarakat disalurkan sebagai masukkan bagi proses perencanaan pembangunan selanjutnya.Walaupun dikatakan sebagai jalur utama aspirasi masyarakat, aspirasi yang disampaikan dijalur ini juga dapat dikatakan sebagai jalur yang paling lemah pada proses perumusan agenda dan usulan kegiatan. Masyarakat tidak banyak tahu seberapa besar peluang usulannya yang ditampung dan ditindaklanjuti dalam proses pembangunan atau seberapa besar persentase kegiata-kegiatan yang tertuang didalam dokumen perencanaan yang berasal dari aspirasi musrenbang. Inilah problem utama partisipasi masyarakat yang dihadapi didalam proses kebijakan penentuan perencanaan pembangunan di Indonesia.Jika dilihat lebih lanjut maka penyebab lemahnya aspirasi masyarakat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
1. Eksternal, yang dimaksud adalah kondisi diluar sistem birokrasi pemerintah yaitu masyarakat umum.
2. Internal, yang dimaksud adalah kondisi didalam sistem birokrasi pemerintah.
Penyebab utama kelemahan dari sisi ekternal atau masyarakat termasuk didalamnya LSM, Kelompok-kelompok masyarakat dan civil society lainnya untuk lebih berperan serta dalam proses perencanaan pembangunan adalah kapasitas dan kapabilitas mereka yang tidak mencukupi untuk mengikuti proses perencanaan pembangunan tersebut. Pada berbagai
kesempatan musrenbang tingkat kabupaten yang kami ikuti dapat simpulkan bahwa usulan-usalan mereka terlalu mikro dan lebih banyak pada pembangunan fisik saja misal dalam musrenbang tingkat kabupaten masyarakat masih mengusulkan perbaikan selokan desa, tembok makam rehab balai desa dan lain sebagainya. Disamping itu, didalam masyarakat sendiri terdapat hambatan kultur yang membuat iklim dan lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadi partisipasi. Didalam banyak kesempatan kami sering menemui dari sekian banyak masyarakat yang diundang dalam sebuah forum yang berani mengutarkan pendapat hanya segelitir orang, sebagian besar yang lain hanya diam tidak berpendapat bahkan menginginkan forum tersebut segara disudahi.Dari tahun ke tahun kapasitas mereka kami amati tidak banyak berkembang, lalu Apa penyebabnya ? karena mereka tidak atau kurang diberdayakan (dikembangkan). Dalam kasus ini terdapat dua pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kasus tersebut yaitu pemerintah dan partai politik.
Pertama, Pemerintah selama ini memandang bahwa untuk berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan cukup dengan menyampaikan permasalahan dan usulan saja. Namun, pemerintah tidak menyadari bahwa masyarakat sipil kita tidak mempunyai informasi yang cukup tentang Visi, Misi dan tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut menyebabkan usulan-usulan yang disampaikan oleh masyarakat tidak sesuai dengan program-program pemerintah
Kedua, Partai politik yang merupakan bagian dari stuktur politik bangsa ini mempunyai lima fungsi yaitu :
1. Pendidikan politik.
2. Mempertemukan kepentingan.
3. Agregasi kepentingan.
4. Komunikasi politik.
5. Seleksi kepemimpinan.
Kenyataan yang terjadi, seringkali masyarakat dikecewakan oleh partai politik yang disebabkan fungsi-fungsi tersebut diatas tidak berjalan sebagaiman mestinya. Parpol lebih banyak memperjuangkan kepentingannya daripada kepentingan masyarakat luas. Seharusnya parpol melalui wakil-wakilnya di DPRD memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat paling tidak dengan memberikan contoh yang baik, mendengarkan keluhan masyarakat dan mengawal aspirasi masyarakat. Namun, dalam banya kesempatan kami temui para anggota dewan yang terhormat sering tidak hadir dalam acara musrenbang tingkat desa dan kecamatan, ataupun mereka hadir tetapi kurang interest dengan forum tersebut. Hal tersebut menyebabkan Masyarakat pesimis terhadap fungsi anggota dewan sebagai argregator dan artikulator kepentingan masyarakat, mereka menilai bahwa kehadiran wakil rakyat tidak banyak manfaatnya bagi forum tersebut.Seperti yang sudah dijelaskan diatas selain faktor internal juga terdapat faktor internal pemerintah yang menyebabkan partisipasi masyarakat belum efektif di dalam sistem perencanaan pembangun.Sistem Perencanaan Pembangunan yang disusun dengan jadual yang ketat mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai cukup waktu untuk menyampaikan seluruh aspirasinya. Sebagai contoh musrenbang provinsi yang menghadirkan pemangku kepentingan yang berjumlah ratusan orang hanya dilaksanakan dalam satu hari. Kondisi tersebut tidak memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan seluruh aspirasinya.
2. Aparat birokrasi yang paling bawah ditingkat desa / kelurahan maupun kecamatan tidak memperoleh informasi yang cukup tentang program-program kabupaten / kota. Ada dua kemungkinan penyebab hal tersebut terjadi yaitu karena mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dari kabupaten / kota atau mereka sendiri tidak ingin tahu perencanaan pembangunan daerah yang tertuang didalam dokumen-dokumen perancanaan pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat dengan minimnya kecamatan atau kelurahan yang mempunyai buku atau dokumen RPJP daerah atau RPJM daerah.
3. Masih besarnya dominasi program-program pemerintah kabupaten, provinsi atau pemerintah pusat didalam menentukan kebijakan, program dan kegiatan didalam perencanaan pembangunan. Besarnya dominasi tersebut menyebabkan aspirasi-aspirasi masyarakat (Bottom up) mentah pada tahapan penentuan agenda dan usulan kebjakan.
4. Terpisahnya jalur perencanaan kegiatan dan keuangan menyebabkan akses masyarakat untuk menentukan anggaran menjadi sangat terbatas. Masyarakat selama ini hanya mempunyai peran didalam perencanaan kegiatan melalui jalur musrenbang namun tidak mempunyai akses yang cukup dalam perencanaan keuangan melalui jalur KUA dan PPAS.
5. Masyarakat tidak mempunyai mekanisme untuk memantau aspirasi mereka untuk sampai pada usulan rencana penganggaran. Selama ini tidak pernah ada prosentase yang jelas tentang jumlah program atau kegiatan yang berasal dari aspirasi masyarakat, program pemerintah maupun aspirasi melalui dewan. Masyarakat hanya pasrah menerima nasib mereka tanpa tahu alasannya mengapa usulan mereka tidak sampai pada penganggaran.Dengan tidak adanya penjelasan yang cukup kepada masyarakat tentang tidak jelasnya ”nasib” aspirasi mereka dapat mengakibatkan hal-hal yang kontra produktif didalam pelaksanaan pembangunan selajutnya. Gejala tersebut dapat dilihat dengan banyaknya gejolak di lingkungan masyarakat ketika saluran-saluran komunikasi baik dengan pemerintah maupun politisi tersumbat.
Dari factor-faktor itu masyarakat menjadi jeli dan tidak menyetujui adanya kegiatan musrenbang lagi.dalam konteks musrenbang yang seharusnya adalah:
1. Berorientasi pada masyarakat. Masyarakat didaerah adalah pelaku sekaligus pihak yang mendapatkan manfaat dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Sehingga program pembangunan diarahkan untuk kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan strategis masyarakat yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses perencanaan pembangunan, pelaksanaan sampai kepada pengawasan melibatkan masyarakat. Sehingga aspirasi, kebutuhan daerah dan masyarakat terakomodir dan hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara langsung serta dapat memberdayakan masarakat;
Sesuai dengan Adat dan Budaya masyarakat. Pengembangan kegiatan dilaksanakan dengan memperhatikan adat, budaya dan norma-norma yang terpelihara dan berkembang dalam masyarakat sebagai sebuah kerifan lokal yang memperkaya kasanah budaya bangsa dalam kerangka orientasi lokal, nasional, regional, dan global.
Berwawasan Lingkungan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya daerah harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat didaerah dalam jangka pendek, menengah danpanjang
Tidak diskriminatif. Pelaksanan pembangunan tersebar keseluruh wilayah kecamatan, kampung/kelurahan sesuai pengembangan 6 klaster wilayah kepulaun serta tidak diskriminatif sara. Sehingga tidak akan bias pada kepentingan tertentu.
Kemitraan. Pelaksanaan pembangunan berdasarkan prinsip kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah.
Berbasis Pemerintahan yang bersih. Penyelenggaraan pemerintahan berbasis pada clean governments dan good governance;
Anggaran berbasis kinerja. Pengelolaan anggarandilaksanakan berdasarkan sistim anggaran berbasis kinerja.
Prinsip- Prinsip Penyelenggaraan Musrenbang
Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, maka musrenbang perlu memiliki karakter sebagai berikut:
1. Merupakan ‘demand driven process’ artinya aspirasi dan kebutuhan peserta musrenbang berperanan besar dalam menentukan keluaran hasil musrenbang.
2. Bersifat inkusif artinya musrenbang melibatkan dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua stakeholders untuk menyampaikan masalahnya, mengidentifikasi posisinya, mengemukakan.
3. pandangannya, menentukan peranan dan kontribusinya dalam pencapaian hasil musrenbang.
4. Merupakan proses berkelanjutan artinya merupakan bagian integral dari proses penyusunan rencana daerah (RKPD).
5. Bersifat ‘strategic thinking process’ artinya proses pembahasan dalam musrenbang distrukturkan, dipandu, dan difasilitasi mengikuti alur pemikiran strategis untuk menghasilkan keluaran nyata; menstimulasi diskusi yang bebas dan fokus, dimana solusi terhadap permasalahan dihasilkan dari proses diskusi dan negosiasi.
6. Bersifat partisipatif dimana hasil merupakan kesepakatan kolektif peserta musrenbang
7. Mengutamakan kerjasama dan menguatkan pemahaman atas issu dan permasalahan pembangunan daerah dan mengembangkan consensus.
8. Bersifat resolusi konflik artinya mendorong pemahaman lebih baik dari peserta tentang perspektif dan toleransi atas kepentingan yang berbeda; menfasilitasi landasan bersama dan mengembangkan kemauan untuk menemukan solusi permasalahan yang menguntungkan semua pihak (mutually acceptable solutions)
E. Syarat Keberhasilan Musrenbang
Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, keberhasilan musrenbang sangat ditentukan oleh pelaku, materi, dan proses yang terkait musrenbang itu sendiri.
Secara lebih terinci faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Adanya komitmen politik yang tinggi dari Pimpinan Daerah dan alokasi anggaran APBD yang memadai untuk penyelenggaraan musrenbang merupakan faktor yang terpenting untuk keberhasilan musrenbang.
b. Penyelenggara musrenbang harus lembaga pemerintah daerah yang kredibel dan mempunyai kewenangan dan otoritas untuk mengambil keputusan.
c. Fasilitator yang ditugaskan untuk menfasilitasi musrenbang ini harus memiliki keterampilan organisasi, analisis, dan berwawasan luas serta supel.
d. Kriteria umum fasilitator mesti mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang kerangka berfikir strategis, pengalaman menfasilitasi perencanaan strategis; menge-tahui metoda dan teknik partisipatif; memahami karakter daerah; memiliki kesabaran, sikap berorientasi pada hasil, kejujuran dan punya integritas; terbuka, percaya diri dan mampu menangani penolakan; berani mengambil resiko; akomodatif, bertanggung jawab, luwes dan responsif serta terpenting mempunyai kepercayaan bahwa perencanaan partisipatif (keterlibatan aktif stakeholders dalam pengambilan keputusan perencanaan) dapat membawa perubahan yang mendasar pada kesejahteraan masyarakat.
Sasaran yang perlu dicapai dalam pelaksanaan musrenbang adalah;
1. kelengkapan dan kualitas informasi yang disampaikan kepada peserta, terutama tentang kejelasan isu dan permasalahan strategis yang dihadapi,prioritas program, kegiatan dan ketersediaan pendanaan;
2. Adanya instrumen (format, checklist dsb) yang memudahkan peserta untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan;
3. Kesesuaian pembahagian diskusi kelompok dengan pembahagian fungsi pemerintahan daerah, tematik isu strategis yang dihadapi;
4. Ketersediaan fasilitator yang independen dan kompeten untuk memandu jalannya diskusi untuk mencapai kesepakatan;
5. Kualitas demokratisasi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan; keterwakilan stakeholders;
6. Keterlibatan aktif DPRD;
7. Nara sumber menguasai materi yang disampaikan.
Persiapan yang baik akan meningkatkan kualitas pelaksanaan dan hasil musrenbang. Sasaran yang harus dicapai dalam persiapan musrenbang adalah:
a. peserta telah diberitahu lebih awal akan adanya musrenbang;
b. peserta telah menerima bahan yang akan dibahas sehingga memungkinkan peserta mempunyai cukup waktu untuk memahami tentang maksud dan tujuan musrenbang, kemudian mengkaji,menyiapkan komentar, saran dan usulan yang terarah;
c. informasi yang disajikan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh peserta yang terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, pengalaman danstatus social.
Masalah-masalah dalam musrenbang
Beberapa masalah yang sering kali terjadi dalam musrenbang adalah pencapayan tujuan yang tidak terlaksana dengan baik.Hal ini terjadi Karena dana atau anggaran yang di anggarkan untuk pembangunan itu tidak mencukupi untuk proses pembangunan.Dalam hal ini memang dapat kita katakana bahwa dana atau anggaran merupakan hal utama yg perlu di perhatikan selain persyaratan-persyaratan lainnya.kesepakatan yang di hasilkan dalam porum musrenbang kadang kala tidak mendapatkan hasil yang maksimal hal ini di sebapkan oleh ketidak samaan pendapat antara berbagai pihak dalam porum tersebut.
Permasalahan yang sering muncul dalam Musrenbang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah yang berkaitan dengan input, proses dan output.
• Pertama, masalah yang berkaitan dengan input terutama menyangkut keterlibatan masyarakat yang rendah sebagai dampak dari ketidaktahuan akan peran masyarakat dalam pembuatan keputusan, dan kurangnya informasi yang dimiliki serta masih kuatnya budaya yang didominasi oleh yang di”tua”kan (ketokohan).
• Kedua, masalah yang berkaitan dengan proses, yaitu masih besarnya pengaruh top down, sehingga tidak dilakukan secara partisipatif, namun hanya untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu dan formalitas saja.
• Ketiga, masalah dalam output berkaitan dengan masih kuatnya paradigma lama yang berlomba untuk menyusun “shoping list” dan “daftar belanja” yang sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kebutuhan.
Dengan memperhatikan maksud dan tujuan Musrenbang, serta mekanisme pelaksanaan Musrenbang yang sangat singkat, dan adanya beberapa permasalahan dalam pelaksanaan Musrenbang (mulai dari input – proses – output) muncul beberapa isu penting yang perlu diatasi.
Hasil Musrenbang desa/kelurahan dan kecamatan kurang dimanfaatkan sebagai masukan dalam Musrenbang kota/kabupaten berdasarkan kebutuhan riil masyarakat.
Hasil dari usulan masyarakat tidak terdokumentasi dengan baik dan terdistribusi ke instansi-instansi teknis.
Tidak adanya feed-back kepada masyarakat tentang hasil-hasil Musrenbang,berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat akan kemungkinan berperan-serta dalam membuat keputusan.
Musrenbang terkesan hanya sebagai alat untuk melegitimasi bahwa penyusunan dokumen rencana telah dilaksanakan secara partisipatif dengan suasana pelaksanaan musrenbang kurang kondusif bagi pembahasan usulan program secara berkualitas.
Program masih didominasi kepentingan pemerintah, politis dan egoisme sektoral terbukti dengan kecilnya alokasi anggaran untuk sektor-sektor ekonomi kerakyatan, pengentasan kemiskinan,dan lingkungan hidup.
Solusi dan rekomendasi
Paradigma pembangunan yang sekarang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai provider dan pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan memberikan masukan dan mengabil keputusan, dalam rangka memenuhi hak-hak dasarnya, salah satunya melalui proses musrenbang. Musrenbang adalah forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan, kecamatan, pemerintah kota/kabupaten bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah satu saja dari tiga komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat, swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu, musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan.Dengan cara yang berbeda Musrenbang sebenarnya secara tidak langsung akan memberikan pembelajaran kepada masyarakat untuk mengelola program dan dana yang terkumpul dari diri mereka yang telah diserahkan kepada negara dengan membayar pajak,retribusi dan pungutan lain yang sah, sehingga masyarakat mampu untuk merencanakan dan melaksanakan program kegiatan berdasarkan kebutuhan riil
Melalui tiga pendekatan utama pembangunan daerah yang dilakukan secara simultan dan didukung dengan komitmen pembiayaan serta konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan diharapkan sejumlah masalah jangka pendek dan menengah yang sedang dihadapi oleh daerah dapat dipecahkan. Sudah tentu, konsistensi dan komitmen pemerintah daerah untuk mewujudkan seluruh program dan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam jangka waktu yang lama.
Adapun sejumlah aspek penting pendekatan-pendekatan pembangunan tersebut di atas berlandaskan pada prinsip berikut:
a. Berorientasi pada masyarakat,Masyarakat didaerah adalah pelaku sekaligus pihak yang mendapatkan manfaat dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Sehingga program pembangunan diarahkan untuk kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan strategis masyarakat yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat;
b. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses perencanaan pembangunan, pelaksanaan sampai kepada pengawasan melibatkan masyarakat. Sehingga aspirasi, kebutuhan daerah dan masyarakat terakomodir dan hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara langsung serta dapat memberdayakan masarakat;
c. Sesuai dengan Adat dan Budaya masyarakat. Pengembangan kegiatan dilaksanakan dengan memperhatikan adat, budaya dan norma-norma yang terpelihara dan berkembang dalam masyarakat sebagai sebuah kerifan lokal yang memperkaya kasanah budaya bangsa dalam kerangka orientasi lokal, nasional, regional, dan global;
d. Berwawasan Lingkungan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya daerah harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat didaerah dalam jangka pendek, menengah dan panjang;
e. Tidak diskriminatif. Pelaksanan pembangunan tersebar keseluruh wilayah kecamatan, kampung/kelurahan sesuai pengembangan 6 klaster wilayah kepulaun serta tidak diskriminatif sara. Sehingga tidak akan bias pada kepentingan tertentu.
f. Kemitraan. Pelaksanaan pembangunan berdasarkan prinsip kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah.
g. Berbasis Pemerintahan yang bersih. Penyelenggaraan pemerintahan berbasis pada clean governments dan good governance;
h. Anggaran berbasis kinerja. Pengelolaan anggaran dilaksanakan berdasarkan sistim anggaran berbasis kinerja.
Jika pertanyaan mengapa tidak semua aspirasi masyarakat dalam proses pra maupun pasca musrenbang banyak yang tidak terakomodir setelah menjadi dokumen APBD kemudian dijawab dengan keterbatasan anggaran, maka zero, yakni terjadi perencanaan versus penganggaran. Dalam konteks ini, diskursus tentang makna musrenbang perlu diketengahkan yakni bagaimana membangun sinkronisasi politik perencanaan dengan politik penganggaran.
Memang, pasca keluarnya UU 25/2004 ada beberapa fungsi yang dahulunya dimiliki oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sedikit berkurang, namun hal ini menjadi fatal. Fungsi arahan alokasi anggaran program yang dahulu menempel dalam fungsi BAPPEDA bersamaan dengan fungsi perencanaan program saat ini hilang. Hal ini berakibat pada lemahnya fungsi BAPPEDA dalam konteks menyelaraskan program dan ketersediaan anggaran sehingga penetapan prioritas dan alokasi menjadi sesuatu yang tidak bisa disepakati dan dihasilkan dalam musrenbang.Karena kepastian prioritas dan penyepakatan anggaran itu tidak selesai di musrenbang,maka agenda pasca musrenbang yang notabene tidak bisa dipantau oleh banyak orang menjadi forum yang lebih menentukan, dan sarat dengan kepentingan. Selain itu, fungsi
penganggaran kemudian juga bukan kewenangan BAPPEDA melainkan kewenangan bagian/biro/dinas pengelolaan keuangan sehingga sinergisitas antara perencanaan dan penganggaran tidak bisa dijamin. Isu yang sangat ’ramai’ diperdebatkan dalam musrenbang yang dikomandani BAPPEDA, tak jarang hilang manakala masuk ke arena penganggaran yang dikomandani satuan kerja lain. Mengapa hilang? karena satuan kerja penentu anggaran tidak ikut atau tidak terlibat secara langsung dalam ramainya perdebatan dalam musrenbang sehingga tidak memahami substansi mengapa usulan program itu menjadi prioritas untuk dianggarkan. Selain itu, meski sistem penganggaran kita sudah menganut performance budget, yakni konsep yang menggeser politik pembiayaan dari anggaran hanya sebagai instrument pengendalian kepada anggaran kinerja yang mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, namun nampaknya hak ini belum banyak berubah. Padahal, dalam model performance budget ini, seharusnya penyusunan anggaran didasarkan atas kebutuhan local yang tersusun dalam standar pelayanan minimal (SPM) yang berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Ironisnya, substansi SPM pun masih dikendalikan oleh pusat, sehingga meski program yang disusun telah menganut asas minimal-pun ternyata masih menjadi maksimal bagi sebagian besar daerah karena kapasitas keuangan daerah untuk membiayai program dalam standar minimal itu masih jauh dari cukup. Oleh karena itu, wacana merevisi UU 25/2004 dalam konteks membangun sinergisitas politik perencanaan dan politik penganggaran oleh satu lembaga dan membangun SPM yang didasarkan atas potensi lokalitas menjadi PR yang penting untuk diperjuangkan daerah. Musrenbang kemudian tidak hanya sebagai rutinitas dan kewajiban tahunan yang ’membosankan’ tetapi menjadi forum bertemunya stakeholders untuk membangun daerahnya atas dasar kewenangan dan kemampuan yang dimiliknya.